India dan Indonesia Perkuat Kepemimpinan Kawasan Melalui Jakarta Futures Forum 2025

4 minutes reading
Thursday, 7 Aug 2025 04:46 2 Admin

Jakarta, 7 Agustus 2025 — Dalam lanskap geopolitik global yang semakin kompleks dan dipenuhi ketidakpastian, Indonesia dan India menegaskan komitmennya untuk memimpin terbentuknya tatanan Indo-Pasifik yang lebih inklusif, tangguh, dan berorientasi pada kerja sama. Komitmen ini menjadi inti dari Jakarta Futures Forum (JFF) 2025, sebuah forum strategis tahunan yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar India di Jakarta bekerja sama dengan Observer Research Foundation (ORF) India dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia.

Forum ini mengusung tema “Securing Seas, Strengthening Cooperation”, dan berlangsung selama dua hari, 5–6 Agustus 2025, di Hotel JW Marriott, Mega Kuningan, Jakarta. Lebih dari sekadar konferensi, JFF menjadi ruang dialog yang mempertemukan diplomat, pemimpin pemikiran, akademisi, dan pelaku industri dari berbagai negara untuk merumuskan kerja sama konkret di tengah arsitektur global yang tengah bertransformasi.

Membangun Kepemimpinan Lokal di Indo-Pasifik

Presiden ORF, Samir Saran, membuka forum dengan pernyataan tegas mengenai pentingnya hubungan strategis India dan Indonesia di kawasan. Ia menyebut bahwa hubungan bilateral ini bahkan lebih signifikan dibandingkan dengan relasi India dengan negara-negara seperti Inggris, Jepang, atau Jerman—namun masih sering luput dari perhatian kebijakan luar negeri India.

“Kontribusi relasi ini terhadap perekonomian, masyarakat, dan industri kita akan menjadi penanda penting dalam dekade mendatang,” ujarnya. “Dan kawasan Indo-Pasifik hanya akan berkembang jika India dan Indonesia secara aktif membentuk dan memilikinya”.

Samir menekankan bahwa forum seperti JFF penting untuk menciptakan ruang dialog antar negara Global South, guna menjawab tantangan keberlanjutan, konektivitas, teknologi, dan kerja sama maritim.

“Kita tidak sedang mencari keseragaman pandangan, tetapi justru merayakan keberagaman perspektif. Itulah yang akan memperkuat evolusi kawasan ini,” imbuhnya.

Laut sebagai Pusat Identitas dan Tantangan

Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri, menyambut para peserta dengan menyoroti relevansi tema forum terhadap karakter geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

“Sejak berabad-abad lalu, pelaut Nusantara telah menjelajahi kawasan yang kini dikenal sebagai Indo-Pasifik, membentuk jaringan dagang dan konektivitas yang menjadi cikal bakal globalisasi,” katanya.

Namun kini, sambung Yose, laut yang dulunya menjadi penghubung, justru menjadi ajang persaingan strategis. Dalam kondisi global yang tidak pasti dan institusi multilateral yang melemah, forum seperti ini menjadi sarana untuk membangun kembali kepercayaan dan kolaborasi.

“Pertanyaan mendasarnya tetap sama: bagaimana kita bisa bekerja sama dan memastikan manfaatnya dirasakan secara merata, bukan hanya oleh segelintir pihak?” katanya.

Diplomasi Maritim dan Ekonomi Regional

Duta Besar India untuk Indonesia, Sandeep Chakravorty, menyoroti akar sejarah hubungan India–Asia Tenggara yang dibangun melalui jalur laut, bukan darat. Ia menggarisbawahi pentingnya kembali memanfaatkan potensi maritim sebagai tulang punggung ekonomi dan konektivitas regional.

“Hubungan ini bukan sekadar historis; ia kini menjadi relevan secara ekonomi dan geopolitik. Kita harus menggunakannya untuk membentuk masa depan kawasan yang kita inginkan bersama,” ujarnya.

Dubes Sandeep juga menyoroti data perdagangan yang menunjukkan kedalaman relasi ekonomi kedua negara: Indonesia adalah mitra dagang terbesar India di ASEAN, sementara India menjadi pembeli utama batu bara dan minyak sawit dari Indonesia. Ia mendorong penyegaran kesepakatan perdagangan ASEAN–India agar mencerminkan perubahan pola perdagangan yang lebih terkini.

“Tanpa kerja sama erat antara India dan Indonesia, akan sulit bagi kita untuk mencapai visi besar menjelang satu abad kemerdekaan masing-masing,” pungkasnya.

Tentang Jakarta Futures Forum: Platform Strategis Kawasan

Jakarta Futures Forum dirancang sebagai forum lintas negara untuk merumuskan kolaborasi konkret di tengah transformasi sistem global. Tahun ini, forum terbagi ke dalam rangkaian panel diskusi tematik, sesi makan malam diplomatik, serta roundtable tertutup yang mempertemukan pemangku kepentingan dari pemerintahan, lembaga riset, dunia usaha, dan masyarakat sipil.

Beberapa sesi penting di dalam forum ini antara lain:

◦ Inaugural Plenary: “The Blue Symphony: Knitting a New Era of Partnerships” — membahas pergeseran dari aliansi rigid ke bentuk-bentuk kerja sama bilateral dan plurilateral yang lebih adaptif.

◦ Late Night Session: “Building the Next Consensus: Indonesia, India, and the Wild Wild West” — mengeksplorasi kemungkinan India dan Indonesia menjadi arsitek utama keamanan dan tata kelola kawasan Indo-Pasifik di tengah krisis kepemimpinan global.

◦ Panel Diskusi Tematik, termasuk:

• From Innovation to Inclusion — membahas pembiayaan transisi energi di Global South

• Connecting Commerce — memperkuat perdagangan lintas BRICS dan Afrika

• Seeds of Change — reformasi sistem pangan di kawasan

• Securing the Blue Commons — membangun arsitektur keamanan maritim Indo-Pasifik

• The New Silk Arcs — konektivitas baru antara Indo-Pasifik, Afrika, dan Atlantik

• The DPI Dividend — peran infrastruktur digital publik (DPI) dalam mendukung inovasi Global South

Forum ini ditutup dengan sesi reflektif bertajuk “2025: A Year of Surprises”, yang merangkum dinamika geopolitik sepanjang tahun serta memetakan arah kawasan menjelang 2026.

Jakarta Futures Forum 2025 membuktikan bahwa Indonesia dan India tidak hanya berbagi warisan sejarah, tetapi juga visi masa depan bersama. Di tengah krisis tatanan global dan semakin menguatnya blok-blok kekuasaan, kedua negara tampil sebagai jangkar stabilitas dan pemimpin regional yang siap mendorong kerja sama lebih luas di Indo-Pasifik—dari maritim, digital, energi, hingga ketahanan pangan. Forum ini pun menegaskan pentingnya narasi baru yang dikendalikan sendiri oleh negara-negara Global South, bukan hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek dalam membentuk dunia yang lebih adil dan seimbang.

Artikel ini juga tayang di vritimes

LAINNYA